Site icon Dinas Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata

7 Koleksi Arca Museum Mpu Purwa di Pameran Dwi Tunggal 2016

Dalam rangka pengembangan obyek dan daya tarik wisata di Tugu Pahlawan dan Museum 10 November, Museum Mpu Purwa Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang mengikuti acara pameran Dwi Tunggal Tahun 2016. Acara yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Surabaya pada hari sabtu 24, 25 September 2016 pukul 07.00 sd 14.00 di Jl. Pahlawan Surabaya. Disbudpar Malang mengeluarkan 7 koleksi arca, antara lain Jaladwara, batu pipisan, batu gilingan pipisan, batu pelor, ganesya tikus, ganesya, lingga.

Jaladwara merupakan fragmen bangunan secara teknis digunakan untuk saluran air. Dengan demikian benda ini selalu berhubungan dengan bangunan air (patirthan). Bagi bangunan candi yang besar seperti Borobudur dan Prambanan, perlu adanya ‘jaladwara’ sebagai jalan pembuang air dari lantainya apabila hujan. Namun pada umumnya fragmen jaladwara ini sering digunakan berhubungan dengan bangunan patirthan, seperti candi Songgoriti, situs candi di ‘Karuman’, dan sebagainya.  Oleh karena berhubungan dengan air, maka motif pada jaladwara umumnya bermotif ‘makara’, yaitu hewan air ajaib dalam kesenian Hindu.

Batu pipisan adalah sebuah alat yang digunakan untuk menghaluskan ramuan seperti obat-obatan. Pada masa lampau di Jawa, ramuan-ramuan yang berasal dari tumbuhan dihaluskan dengan menggunakan pipisan dengan cara digilas dengan gilingan bulat lonjong secara manual.

Batu Giling pipisan adalah sebuah alat yang digunakan untuk menghaluskan ramuan seperti obat-obatan. Pada masa lampau di Jawa, ramuan-ramuan yang berasal dari tumbuhan dihaluskan dengan menggunakan pipisan dengan cara digilas dengan gilingan bulat lonjong secara manual.

Batu pelor merupakan salah satu tinggalan budaya Megalithik, tetapi apa fungsi dan cara penggunaannya tidak diketahui.

Arca Ganesya ini sebagian besar dapat dikatakan utuh. Digambarkan duduk seperti bayi dengan badan sangat buntak atau tambun, sehingga kelihatan lucu, namun raut mukanya tampak garang. Kepala memakai mahkota dari rambutnya yang disanggul (jatamakuta). Tangan empat buah (caturbhuja), tangan kanan belakang membawa kapak (parasu), tangan kiri belakang membawa tasbih (aksamala), tangan kanan depan aus, tangan kiri depan membawa mangkuk (modaka) namun telapak tangan ini pun juga aus. Belalai membelok ke kiri yang tentunya dengan ujung dicelupkan ke dalam mangkuk. Mengenakan kelat bahu (keyura), gelang tangan (kankana), dan gelang kaki (nupura). Di depan perut melintang tali kasta (upavita), perut buncit (lambodara). Keistimewaan dari arca Ganesya ini terdapat tali badong pada bahunya, yang menandakan arca ini hasil kesenian masa kerajaan Kadiri. Keistimewaan yang lain pada tempat duduknya yang berbentuk persegi terdapat gambar tikus. Tikus merupakan wahana dari dewa Ganesya. Di Indonesia, arca Ganesya digambarkan bersama-sama dengan tikus sangat jarang didapat.

Arca Ganesya ini juga dapat dikatakan utuh. Digambarkan duduk seperti bayi di atas bantalan bunga teratai merah (padmasana). Kepala memakai mahkota dari rambutnya yang disanggul (jatamakuta) dan di belakang kepala terdapat prabha. Tangan empat buah (caturbhuja), tangan kanan belakang membawa kapak (parasu), tangan kiri belakang membawa tasbih (aksamala), tangan kanan depan membawa mangkuk, tangan kri depan juga membawa mangkuk (modaka). Ujung belalai dicelupkan pada mangkuk sebelah kiri.  Mengenakan kalung (hara), kelat bahu (keyura), gelang tangan (kankana). Di depan dada melintang tali kasta (upavita), perut buncit (lambodara).

Lingga dalam agama Hindu dipakai sebagai simbol maskulin (laki-laki), yang dianggap sebagai perkembangan dari penggambaran phallus (simbol alat genetalia laki-laki). Lingga dalam bentuknya dapat dibagi menjadi 3 bagian (tribhaga). Bagian bawah lingga yang berbentuk segi empat disebut ‘Brahmabhaga’, sedangkan bagian tengah yang berbentuk segi delapan disebut ‘Wisnubhaga’, sedangkan bagian atas yang berbentuk silinder berujung tumpul disebut ‘Siwabhaga’ atau ‘Rudrabhaga’. Pada bagian silinder ini terdapat goresan berbentuk setengah oval yang disebut ‘Brahmasutra’.

Lingga merupakan bentuk dasar (mulavigraha) dari dewa Siwa. Dewa Siwa digambarkan dalam bentuk lingga ini untuk menunjukkan bahwa dia mempunyai beribu kaki, beribu mata, dan beribu telinga. Sehingga di setiap sisi dari dirinya terdapat kaki, mata, dan telinga. Dalam kitab Lingga Purana disebutkan bahwa lingga menggambarkan kesadaran suci dan agung.

 

7 Koleksi Arca Museum Mpu Purwa di Pameran Dwi Tunggal 2016
Exit mobile version